Wayang Golek Langkung
Wayang Golek Langkung adalah wayang khas dari
Kabupaten Jepara, wayang tersebut merupakan wayang golek yang terbuat dari pring
[1] (bambu).
Etimologi
Nama Wayang Golek Langkung
[2]
mempunyai filosofis yang cukup mendalam. Selain memang diambil dari
bentuknya yang seperti Wayang Golek, kata Golek juga berarti dalam
bahasa Jawanya yaitu golek atau dalam bahasa Indonesia yaitu mencari.
Sedangkan kata Langkung yang dalam bahasa Jawa berarti luwih/kaluwihan
atau dalam bahasa Indonesia yaitu lebih/kelebihan. Sehingga nama Wayang
Golek Langkung bisa diartikan mencari kelebihan. Mencari kelebihan yang
dimaksud adalah mencari kelebihan di dunia. Lebih pintar, lebih berguna
bagi masyarakat luas, juga lebih siap menghadapi hidup setelah kehidupan
(kematian), berharap menjadi insan yang tidak tergolong orang yang
merugi. Sesuai komitmen anggota sendiri yang memang sepakat bahwa
mencari ilmu atau belajar itu dari jabang bayi abang nganti tumekaning
akhir (dari lahir sampai meninggal). Cerita yang diangkat dalam
penggarapan wayang juga tak jauh dari tema-tema sosial budaya, kesenian,
dan masyarakat sekitar.
Penemu
Mpu Palman, sebuah komunitas musik dari kota ukir
Jepara yang mengusung alat musik dari bilah
bambu
baru-baru ini membuat inovasi yang cukup menarik. Setelah eksistensinya
selama kurang lebih 8 tahun terhitung dari sekitar tahun 2005
berdirinya komunitas ini, mereka mencoba menghidupkan kembali "gairah"
berkeseniannya dengan mengangkat tema garapan wayang. Mereka menyebutnya
Wayang Golek Langkung. Dengan badan yang terbuat dari bambu dan kepala
yang terbuat dari bathok (tempurung kelapa).
Latar Belakang
Mpu Palman sendiri selama ini lebih dikenal dengan garapan musik
macapat gagrak pesisiran yang berbeda dengan model Surakarta,
Yogyakarta, bahkan Semarang. Perbedaan yang sangat menyolok yaitu pada
tempo lagu. Kalau macapat biasanya bertempokan lambat dan halus, maka di
tangan Mpu Palman macapat menjadi bertempo lebih cepat dan bersemangat
sesuai kondisi masyarakat pesisir. Ada 10 anggota yang sekarang
berproses di komunitas Mpu Palman. Antara lain Kustam Ekajalu, N. H.
Tauchid, Albert Hermanto, Furi Dalam Hujan, Ihwan Arfianto, Solikul
Muhammad, Yudi Yusmansyah, Erma Khikmatul Laili, Eris J. Azhari dan
seorang konseptor sekaligus pendiri dan pembina Mpu Palman Ramatyan
Sarjono, yang tetap setia menjaga keutuhan Mpu Palman dari generasi ke-1
hingga generasi ke-3 (sekarang). Karena memang Mpu Palman sendiri telah
berganti anggota beberapa kali. Mereka berharap bahwa Wayang Golek
Langkung akan menjadi alternatif atas "lesunya" proses kesenian di
Jepara pada khususnya. Sehingga para pekerja seni lebih tergugah kembali
menghidupkan "gairah" berkesenian di Jepara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar